Sejarah perkembangan media massa di Indonesia

Sejarah

Sejarah media massa diawali dengan ditemukannya media cetak dan terus mengalami perkembangan selama abad 20 hingga kini. Media massa mencapai puncak kejayaannya di abad 20 hingga dikenal juga sebagai abad komunikasi massa. Memasuki abad 21, media massa mulai menggunakan internet untuk menyebarluaskan berita dan informasi kepada khalayak yang jauh lebih luas.

Bagaimana dengan Indonesia? Sejarah media massa di Indonesia dimulai sejak masa penjajahan Belanda dan baru mengalami perkembangan yang signifikan setelah bergulirnya era reformasi di penghujung tahun 1990an. Media massa di Indonesia juga terdiri dari macam-macam media komunikasi seperti televisi, radio, film, surat kabar, majalah, dan internet. Di Indonesia, masing-masing media komunikasi tersebut memiliki perjalanan sejarahnya sendiri.

Seiring dengan sejarah perkembangan teknologi komunikasi yang kini memasuki era digital, berbagai media massa di Indonesia juga mulai memanfaatkan kehadiran internet sebagai media komunikasi untuk menyampaikan jenis-jenis informasi dan jenis-jenis berita kepada khalayak yang jauh lebih luas. Selain portal berita, berbagai platform media sosial pun turut dimanfaatkan oleh pemilik media dan jurnalis guna menyampaikan pesan-pesan kepada khalayak. Namun yang perlu juga dipahami adalah bahwa para jurnalis tetap mengacu pada kode etik wartawan atau kode etik jurnalistik dalam proses peliputan berita dan ditambah dengan payung hukum lainnya yang dikenal dengan pedoman media siber.

Bagaimana sebenarnya perkembangan media massa di Indonesia? Berikut adalah ulasan singkatnya.

1. Televisi

Televisi disebut-sebut sebagai contoh nyata perkembangan media massa di Indonesia. Sejarah televisi di Indonesia dimulai pada tahun 1962 yang ditandai dengan disiarkannya dua peristiwa besar di Indonesia yakni peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1962 di Istana Merdeka dan upacara pembukaan Asian Games IV tanggal 24 Agutsus 1962 di Gelora Bung Karno, Jakarta oleh Televisi Republik Indonesia (TVRI). Sejak saat itulah, TVRI mulai mengudara secara regular dan mulai melebarkan sayapnya ke seluruh Indonesia setelah diorbitkannya Satelit Palapa A1.

Keberadaan Televisi Republik Indonesia (TVRI) diatur oleh pemerintah melalui Direktorat Jenderal Radio, Televisi, dan Film. Sebelum era reformasi bergulir, media massa elektronik seperti radio dan televisi dikuasai oleh pemerintah. Televisi swasta mulai tumbuh setelah stasiun televisi swasta RCTI mulai mengudara secara terbatas di tahun 1988.

Di penghujung abad 20, semakin berkembangnya teknologi komunikasi telah membawa perubahan dalam transmisi siaran dan jumlah televisi swasta pun mulai bertambah. Sebagian besar wilayah Indonesia dapat dijangkau oleh siaran televisi. Merujuk data yang dipublikasikan oleh Dewan Pers, hingga tahun 2015, jumlah stasiun televisi di seluruh Indonesia mencapai 523 stasiun televisi yang mencakup televisi swasta nasional dan lokal.

2. Radio

Dibandingkan dengan televisi, sejarah radio di Indonesia memiliki perjalanan yang sangat panjang dan memiliki peran yang sangat penting dalam penyebarluasan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945. Tercatat bahwa radio siaran pertama didirikan pada tanggal 16 Juli 1925 dengan nama Bataviase Radio Vereniging atau BRV.

Sejak saat itu, bermacam-macam stasiun radio swasta bermunculan di berbagai wilayah, dan salah satu yang terbesar karena mendapat subsidi dari pemerintah Hindia Belanda saat itu adalah Nederlandsch Indische Radio Omroep Mij (NIROM). Pada masa kemerdekaan, tepatnya tanggal 11 September 1945, para pimpinan radio yang tergabung dalam Perikatan Perkumpulan Radio Ketimuran (PPRK) sepakat mendirikan organisasi radio yang dinamakan Radio Republik Indonesia.

Sebagaimana televisi, keberadaan radio diatur oleh pemerintah melalui Direktorat Jenderal Radio, Televisi, dan Film. Pada masa Orde Baru, perkembangan radio swasta dimulai di Indonesia. Keberadaan radio siaran swasta diatur dengan ketentuan tersendiri yang mengacu pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 1970 tentang Radio Siaran Non Pemerintah. Ketentuan tersebut meliputi  syarat penyelenggaraan, perizinan, fungsi, hak, kewajiban dan tanggung jawab radio siaran serta pengawasannya. Radio siaran swasta di Indonesia membentuk organisasi tersendiri yang diberi nama PRSSNI (Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia). Berdasarkan data yang dipublikasikan oleh Dewan Pers, hingga tahun 2015, jumlah stasiun radio di Indonesia mencapai 674 stasiun radio.

3. Surat Kabar

Surat kabar adalah salah bentuk pengertian pers dalam arti sempit. Sejarah pers di Indonesia diawali pada masa penjajahan Belanda yang ditandai dengan diterbitkannya sebuah karya yang ditulis dengan tangan yang bertajuk Memories der Nouvelle (1615). Setelah mesin cetak tiba di Indonesia pada kisaran tahun 1618, surat kabar pertama terbit yang berisi berbagai ketentuan dan perjanjian antara pemerintahan kolonial Belanda dengan pihak kesultanan Makassar.

Sejak saat itu, mulailah diterbitkan surat kabar yang umumnya ditujukan untuk membantu pemerintahan kolonial Belanda. Pada masa pendudukan Jepang, berbagai surat kabar di Indonesia digabung menjadi satu. Adapun isi surat kabar tersebut tidak jauh berbeda dengan masa kolonial Belanda yaitu ditujukan untuk kepentingan Jepang dalam Perang Asia Timur Raya.

Perkembangan pers di Indonesia terus berlanjut di masa kemerdekaan, masa pasca kemerdekaan, dan masa Orde Baru. Beberapa ahli menyebutkan bahwa sistem pers yang berlaku pada masa Orde Baru adalah sistem pers otoriter. Dalam salah satu teori pers yaitu teori otoritarian pers dijelaskan bahwa dalam sistem pers otoriter, peran media massa dan fungsi media massa ditujukan untuk menyampaikan pesan-pesan pembangunan dan untuk menjaga stabilitas nasional. Sehingga, hal-hal yang sifatnya menyerang kebijakan pemerintah akan menimbulkan konsekuensi pembredelan.

Sebagaimana media massa lainnya, surat kabar atau majalah mengalami perkembangan yang sangat signifikan pada masa reformasi. Hal ini dibuktikan dengan data yang dikeluarkan oleh Dewan Pers yang menyebutkan bahwa hingga tahun 2015, jumlah media cetak di Indonesia total mencapai  321 pers cetak baik yang diterbitkan secara harian, mingguan, maupun bulanan.

4. Internet

Internet mulai masuk ke Indonesia pada medio 1990an. Berdasarkan data yang dipublikasikan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), jumlah pengguna internet di Indonesia pada tahun 2016 mencapai 132,7 juta pengguna. Dalam waktu dua tahun, jumlah pengguna internet di Indonesia mengalami kenaikan sebesar 44,6 juta pengguna jika dibandingkan dengan jumlah pengguna internet tahun 2014 yang hanya mencapai 88,1 pengguna. Dari jumlah tersebut, sebanyak 47,6 persen atau setara dengan 63,1 juta pengguna internet menggunakan smartphone atau telepon pintar sebagai perangkat untuk mengakses internet.

Sementara itu, jenis konten yang paling sering dikunjungi oleh pengguna internet adalah toko belanja daring dengan jumlah 82,2 juta atau sebesar 62 persen. Selain itu, situs media sosial yang sering dikunjungi adalah Facebook yang mencapai 54 persen atau 71,6 juta pengguna. Besarnya minat pengguna internet mengunjungi media sosial dan mencari produk dimanfaatkan oleh perusahaan media untuk menyebarkan berbagai informasi melalui media sosial dan mengundang produsen untuk beriklan di situs berita yang dimiliki.

Mengikuti perkembangan zaman, di era digital seperti sekarang, beberapa stasiun radio maupun televisi pun mulai memanfaatkan internet dalam metode siarannya. Beberapa stasiun radio maupun stasiun televisi di Indonesia menyiarkan secara langsung via internet. Kehadiran internet juga memberikan dampak tersendiri bagi usaha penerbitan pers. Perkembangan teknologi komunikasi yang merambah usaha penerbitan pers menyebabkan alih bentuk surat kabar menjadi digital. Beberapa usaha penerbitan pers tidak mampu menghadapi kehadiran teknologi baru. Para pengiklan lebih suka untuk mempromosikan produknya melalui media digital. Hal ini mengakibatkan berkurangnya pemasukan dari iklan yang selama ini menyokong pertumbuhan surat kabar konvensional. Beberapa usaha penerbitan pers bahkan mengalami kebangkrutan. Hal ini tidak hanya terjadi di Indonesia, melainkan juga terjadi di berbagai negara di dunia.

Kegiatan jurnalistik yang dilakukan oleh media televisi (jurnalistik televisi), media radio (jurnalistik radio atau jurnalisme radio), dan media cetak kini dilengkapi dengan kegiatan jurnalistik online. Pemanfaatan internet dalam berbagai kegiatan jurnalistik diharapkan dapat mengirimkan informasi secara lebih cepat dan dapat  menjangkau khalayak yang jauh lebih luas. Bentuk lain kegiatan jurnalistik sebagai dampak kehadiran internet adalah adanya jurnalisme warga. Kini, siapa pun dapat menyampaikan informasi kepada masyarakat. Namun, yang masih menjadi perdebatan adalah tidak adanya kode etik bagi warga yang menjalankan kegiatan jurnalistik. Hal ini terbukti dengan banyaknya berita atau informasi yang tidak valid dan tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Tentunya akan sangat berbeda dengan kegiatan jurnalistik yang dilakukan oleh kalangan profesional karena mereka dibekali dengan ilmu dan dibatasi dengan kode etik dalam menjalankan tugasnya.

Komentar